Upacara Mangkeng

Upacara Mangkeng diambil dari kata pangkeng yang artinya kamar. Pangkeng itu kata benda, Mangkeng kata kerja. Upacara ini dilakukan oleh seorang dukun, biasanya dukun perempuan yang disebut dengan Dukun Pangkeng, karena seluruh kegiatan upacara ini diselenggarakan di pangkeng.

Pada masyarakat Betawi Upacara Mangkeng dikenal dengan beberapa sebutan, antara lain, Dukun Dudukin (karena sang Dukun menduduki pendaringan), Dukun Nyarang (karena Sang Dukun seolah-olah membuat sarang di pangkeng), Dukun Nolak Ujan (karena Sang Dukun berpperan juga sebagai pawang hujan). Dukun ini diminta oleh orang yang ingin menyelenggarakan pesta perkawinan dan sebagainya, agar berjalan lancar tanpa suatu halangan apapun.

Dalam melaksanakan tugas ritualnya, Dukun Pangkeng mempersonifikasikan dirinya sebagai Dewi Sri Pohaci (Sang Dukun berdandan sebagaimana layaknya seoorang Dewi) yaitu Dewi Kesuburan dan Kemakmuran. Tugas utama Dukun Pangkeng selain yang sudah disebutkan di atas, juga mencatat pemasukan dan pengeluaran dari tuan rumah yang tengah menyelenggarakan pesta. Semua bantuan sumbangan dari keluarga maupun masyarakat sekitarnya dicatat dengan tertib. Dalam melaksanakan tugasnya Sang Dukun dibantu oleh seorang asisten yang menjadi penghubung antara dia dengan tuan rumah.

Tugas yang justru paling penting adalah melakukan ritual yang tujuannya, agar orang-orang yang diundang selalu ingat dan datang pada pelaksanaan pesta (hajatan). Juga merapal jampe agar sedikit atau sebanyak apapun makanan yang disiapkan selalu cukup.

Selama tugasnya, Sang Dukun tidak pernah keluar dari Pangkeng, kecuali ada kepentingan yang tidak bisa ditinggalkan. Maka komunikasi dengan tuan rumah diwakili oleh asistennya.

Tugas Dukun berakhir sehari setelah acara pesta yang diselenggarakan oleh tuan rumah. Sebagai pencatat keluar masuk sumbangan dari masyarakat, maka catatan itu dilaporkan kepada tuan rumah.