Berita

Wayang Kulit Betawi

Menurut beberapa sumber, Wayang Kulit Betawi berhubungan dengan penyerangan tentara Sultan Agung dari Mataram ke Batavia. Peristiwa ini terjadi pada saat Batavia dipimpin oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen.

Meskipun Wayang Kulit Betawi bersumber dari Wayang Kulit Purwa, namun pada praktiknya pergelaran Wayang Kulit Betawi memperlihatkan kekhasannya tersendiri. Yang dimaksud dengan kekhasan tersendiri, yaitu cerita yang dibawakan disesuaikan dengan kondisi masyarakat Betawi yang cair atau egaliter. Maka cerita yang disesuaikan dengan kondisi lokal Betawi lebih dominan. Oleh sebab itu, Wayang Kulit Betawi lebih merakyat, sederhana, polos, dan mementingkan keakraban dengan penontonnya.

Sampai tahun 1920-an musik yang mengiringi Wayang Kulit Betawi disebut Gamelan Ajeng. Alat musik Gamelan Ajeng terdiri atas: rebab, terompet, dua buah saron, gedemung, kromong, kecrek, gendang, kempul, dan goong.

Jipeng dan Jinong

Jipeng berarti akronim dari kata Tanji dan Topeng. Sebagai kesenian perpaduan, tata cara pergelaran Jipeng tidak berbeda dengan pergelaran Topeng. Bedanya pada awal pertunjukan dan kostum. Kostum yang digunakan pemain Jipeng lebih sederhana. Untuk penarinya, Jipeng cukup memakai kebaya, kain panjang, dan selendang panjang yang diikatkan di pinggang. Topeng diawali dengan lagu arang-arangan atau enjot-enjotan, Jipeng diawali dengan lagu-lagu mars dan was (wals) khas Tanjidor. Tema dan cerita yang dibawakan Jipeng tidak banyak berbeda dengan topeng.

Pertunjukan Lenong, khususnya Lenong Preman yang diiringi musik Tanjidor disebut Jinong. Jinong, pada masanya, berdiri sendiri sebagai teater rakyat. Lakon yang dibawakan Jinong biasanya sama dengan lakon yang dibawakan lenong. Lakon-lakon Si Jampang, Si Pitung, Si Angkri Jago Pasar Ikan, menjadi primadona dalam pertunjukan Jinong.

Blantek

Blantek awalnya diakui sebagai teater topeng tingkat pemula. Di kalangan seniman Topeng, jika ada pemain Topeng yang bermain jelek, diejek dengan menyebutnya sebagai pemain Topeng Blantek.

Pada perkembangannya, Blantek memiliki identitas sendiri. Musik pengiringnya Rebana Biang. Di awal pertunjukan dibawakan lagu-lagu zikir dan shalawat. Kreativitas mereka berkembang dengan menampilkan Tari Blenggo, Pencak Silat, dan Sulap. Pertunjukan Blantek merupakan campuran antara tari, nyanyi, guyonan, dan lakon.

Topeng

Topeng dalam bahasa Betawi mempunyai tiga arti: kedok penutup wajah, teater atau pertunjukan, dan primadona atau penari. Topeng yang dimaksud di sini dalam pengertian pertunjukan atau teater rakyat Betawi.

Awalnya pertunjukan Topeng tidak menggunakan panggung tapi di tanah. Bila perkumpulan Topeng mengadakan pementasan, properti yang digunakan hanya colen atau lampu minyak bercabang tiga dan gerobak kostum diletakkan di tengah arena. Dengan kondisi itu pemain dan penonton tidak dibatasi dengan tirai atau dekor apapun. Pergantian adegan dilakukan dengan mengitari colen.

Pertunjukan Topeng diiringi oleh musik tabuhan Topeng. Tabuhan Topeng terdiri dari rebab, kromong tiga, gendang besar, kulanter, kempul, kecrek, dan gong buyung. Lagu yang dimainkan khas daerah pinggir Jakarta. Nama lagunya antara lain : Kang Aji, Sulamjana, Lambangsari, Enjot-enjotan, Ngelontang, Glenderan, Gojing, Sekoci, Oncom Lele, Buah Kaung, Rembati, Lipet Gandes, Ucing-Ucingan, Gegot, Gapleh, Karantangan, Bombang, dan lain-lain.

Lenong Preman

Lenong terdiri atas dua macam. Pertama disebut Lenong Denes, kedua disebut Lenong Preman. Lenong Preman kebalikan dari Lenong Denes. Disebut dengan istilah Preman karena penggunaan bahasa dan kostum para pemainnya bersifat keseharian. Selain membawakan lakon bertema kerumahtanggan, Lenong Preman acap kali membawakan lakon jago, sehingga Lenong Preman sering pula disebut Lenong Jago. Disebut demikian karena cerita yang dibawakan umumnya kisah para jagoan, antara lain: Si Pitung, Jampang Jago Betawi, Mirah Dari Marunda, Si Gobang, Pendekar Sambuk Wasiat, Sabeni Jago Tenabang,  dan lain-lain.

Lenong Preman menggunakan bahasa Betawi dalam pementasannya. Dengan menggunakan bahasa Betawi, terjadi keakraban antara pemain dan penonton. Banyak penonton yang memberi respon spontan dan pemain menanggapi. Dialog dalam lakon Lenong umumnya bersifat polos dan spontan. Bahkan, sering kali pemain bebas mengeksplorasi ruang pertunjukan. Misalnya sang pemain dapat berlari atau berdialog di tengah-tengah penonton. Dengan kata lain, penonton dapat menjadi properti pertunjukan. Unsur seni yang juga menonjol di dalam pertunjukan Lenong Preman adalah seni maen pukulan (seni silat) dan pantun.

Pada pertunjukan Lenong Preman yang sangat reguler, artinya pertunjukan yang benar-benar tradisional pergantian babak selalu ditandai dan ditentukan oleh lagu. Begitu pula pergantian adegan ditandai dengan pergantian layar. Misalnya, ketika adegan berlangsung di rumah, maka layar atau latar belakang panggung berganti dengan layar lukisan rumah. Dan begitu seterusnya.

 

 

Lenong Denes

Penanda utama dari Lenong Denes terletak pada kata denes, yang artinya resmi. Resmi atau keresmian yang dimaksud terletak pada penggunaan properti, kostum, dan bahasa yang formal. Oleh karena itu, pertunjukan Lenong Denes, jauh berbeda dengan pertunjukan Lenong Preman. Lenong Denes merupakan turunan dari pertunjukan Komedi Bangsawan atau Komedi Stambul yang membawakan cerita-cerita kerajaan dengan dukungan properti dan kostum yang mewah.

Lenong Denes menyajikan cerita-cerita kerajaan dalam pementasannya, antara lain: Indra Bangsawan, Jula-Juli Bintang Tujuh, dan saduran dari Cerita 1001 Malam. Pementasan Lenong Denes menggunakan bahasa Melayu tinggi. Contoh kata-kata yang sering digunakan antara lain: tuanku, paduka, baginda, kakanda, adinda, beliau, daulat tuanku, syahdan, hamba. Dialog dalam Lenong Denes sebagian besar dinyanyikan. Adegan-adegan perkelahian dalam Lenong Denes tidak menampilkan silat, tetapi tinju, gulat, dan anggar (pedang).